Prosa Dia: 18. Sebuah Keputusan yang Dipaksakan

Asap itu mengepul dari bilik-bilik derita. Setiap pagi aroma sitrat memenuhi ruang pikiran, akal. Setiap pagi, kami berangkat, berjalan menuju sebuah titik yang kami tahu akan padam. Hanya harapan dan harapan yang terus menuntun kami tuk tetap di jalan ini, bukan! bukan jalan! ini adalah jalan setapak.

Kami terus membawa berember-ember kosong tuk di isi dengan segenggam pasir emas yang suatu saat bisa kami jual kembali. Kami sadar, kami ini bukan apa-apa bila di sejajarkan dengan matahari dan bulan. Jangankan matahari dan bulan, bintang saja kami tak pantas! kami adalah sekumpulan awan yang selalu bimbang ditiup angin kesana kemari.

Suara-suara penderitaan kami tak kau dengar. Kau hanya memberikan selebaran-selebaran penuh dusta. Bodohnya, kami bisa tertipu tuk kesekian kalinya. Tidakkah kau lihat betapa kami berusaha keras tuk memenuhi pundi-pundimu?

Leave a Reply

Proudly powered by Blogger
Theme: Esquire by Matthew Buchanan.
Converted by LiteThemes.com.