Prosa Dia: 13. Tanah yang Tandus dan Tentang Hujan

Tanah ini tandus. Tandus oleh keputusasaan. Keputusasaan yang sebenarnya hanyalah sebuah ilusi. Ilusi-ilusi itu adalah ilusi-ilusi yang diperuntukkan pada belahan hati yang terpisah. Terpisah oleh jarak, waktu dan tempat. Tempat yang teramat jauh tuk dicapai dengan langkah kaki atau sayap-sayap peri.

Dia adalah inti hati ini. Hati yang kalut oleh kesendirian dan arogan. Dan arogan itu kini telah mencapai batasnya. Batas dimana kegilaan dan rasa rindu telah bercampur dengan darah sehingga tiada lagi batas antara kesadaran dan mimpi. Dan mimpi-mimpi itu telah terbang menjadi kupu-kupu penghias hati. Penghias hati di kala hujan tak datang membasahi tanah ini.

Ini bukanlah prosa tentang hujan, dimana kita selalu bermain air diantara genangan-genangan.
Ini bukanlah prosa tentang hujan, dimana kita selalu lega bisa merasakan tiap tetes air yang membasahi ubun-ubun dan mengalir hingga mata kaki.
Namun ini adalah prosa dimana hujan-hujan hari ini telah bertemu lagi dengannya yang selama ini hilang...

One thoughts on “Prosa Dia: 13. Tanah yang Tandus dan Tentang Hujan

Proudly powered by Blogger
Theme: Esquire by Matthew Buchanan.
Converted by LiteThemes.com.