Prosa Dia: 4. Kursi Angin

Ketika Ku duduk menerawang di kursi angin, senja telah datang. Membiaskan semburat meganya ke penjuru alam. Hiruk pikuk orang-orang sinis itu masih saja ku dengar dari mulut-mulut yang lapar.

Ketika Ku duduk menerawang di kursi angin, lamunanku semakin dalam. Menyusuri setiap jejak ingatan yang telah ku goreskan dengan tinta kehidupan dan nafas ringkih. Guratan-guratan itu semakin mengambang ke permukaan. Akankah mereka kan menertawainya, entahlah.

Ketika Ku duduk menerawang di kursi angin, ku sandarkan raga ini. Melepas penat yang selama ini ku panggul di pundakku. Ku biarkan angin berdesir lembut mengusap rambutku yang kusam karena kerasnya hidup. Bahkan sekarang tampak memerah di latar belakangi cahaya senja.

Ketika Ku duduk menerawang di kursi angin, ku pejamkan mata ini tuk berfikir sesaat. Bahwa inikah waktuku tuk mengakhiri lamunanku atau justru ku biarkan saja senja menggelinding masuk dan menekan tuas langit dan purnama kan bersinar..

2 thoughts on “Prosa Dia: 4. Kursi Angin

  1. waahh, klo sya dsuruh ksih komen atau kritik.. Sya jga msih awam d sastra.. :D
    tpi sya slalu suka hasil tulisan anda.. dn_nb

    BalasHapus

Proudly powered by Blogger
Theme: Esquire by Matthew Buchanan.
Converted by LiteThemes.com.