Prosa Dia: 15. Alone in The Dark

Ku duduk di pojokan kamar dengan dinding yang sudah mengelupas. Dinding yang telah ditumbuhi lumut-lumut angkuh seangkuh emosi ku. Ku tekuk kaki tuk hilangkan semua dingin yang berputar-putar mengelilingi tubuh kurus ini. Menggigil sendiri, tanpa ada yang peduli.

Kamar ini semakin dingin, senja tlah menggelinding perlahan. Digantikan oleh kilatan-kilatan cahaya semu. Kegelapan malam semakin dekat dengan kamar ku. Telapak kaki ini mulai membeku, lidah pun kelu. Bunga-bunga dalam vas dekat jendela layu, menggugurkan daunnya satu persatu. Kerongkongan ini kering oleh air, tercekat tanpa suara. Kulit pun mengkerut ketika dingin itu menyentuh ku dengan muram dan masam.

Sesaat, waktu berhenti berdetak. Matahari berhenti memberi harapan, hanya kegelapan yang datang lalu menghantam dengan debur yang kuat. Tubuhku berguncang ditimpa debur itu. Menggigil semakin kencang. Asap keluar dari mulut besarku. Menghembus memelas seakan meronta meminta kehangatan itu kembali, menyelimuti hati yang tlah kusam karena derita dan depresi.

Leave a Reply

Proudly powered by Blogger
Theme: Esquire by Matthew Buchanan.
Converted by LiteThemes.com.