Prosa Dia: 11. Last Man Glory!

Pandangan sinis kalian masih ku ingat dengan jelas di memoriku. Caci maki kalian masih membekas dalam otak ini. Dulu, kalian menudutkan ku, menghinaku sehina-hinanya bahkan lebih hina daripada pelacur. Hari-hariku hanya di isi oleh umpatan dan komentar-komentar pedas dari mulut kalian. Dulu aku berfikir bahwa hari-hariku seperti neraka dan suatu saat nanti aku akan menyerah dalam kobaran ini, menyala ke ubun-ubun.

Aku berusaha untuk membangun dinding perlindunganku sendiri dari hantaman diskriminasi kalian. Meskipun mudah keropos namun ku terus menambalnya, meninggikannya, menebalkannya. Sebentar-sebentar dihantam dan meninggalkan lubang emosi cair di tempatnya. Orang-orang yang dulu menjadi kawan ternyata adalah lawan. Mereka telah membutakan segalanya dengan asap persahabatan kemunafikan.

Kalian mengagungkan kata persahabatan namun dalam hati berbunyi pembunuhan. Dan kalian mengintimidasi yang lemah dengan kebodohan kalian. Hingga perang besar itu datang.

Kini, setahun sudah ku lepas dari genggam pasir hisap digdaya kalian. Sekarang aku adalah orang yang bebas. Lihatlah, siapa yang berdiri dan tertawa terakhir.

Leave a Reply

Proudly powered by Blogger
Theme: Esquire by Matthew Buchanan.
Converted by LiteThemes.com.